Kamis, 24 November 2016

Lengko Khas Banaran

Sudah taukah anda?, bahwa singkong atau banyak yang menyebutnya ubi kayu adalah keluarga tanaman Euphorbiaceae yang hidup tahunan didaerah tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Secara tradisional, singkong sangat diminati sebagai pengganti dari makanan pokok kita yaitu nasi. Hal ini tidak salah lagi, karena singkong memang mengandung cukup tinggi kalori dan sumber energi yang baik. Singkong rendah lemak dan 0 kolesterol, namun ia cukup tinggi kalori, bahkan hampir dua kali lipat kalori daripada kentang. Hal ini mungkin yang tertinggi dari setiap umbi tropis yang kaya pati. 100 g ubi kayu menyediakan 160 kalori, terutama berasal dari sukrosa yang membentuk sebagian besar gula pada umbi-umbian, yang total terhitung lebih dari 69 % dari total gula. Gula kompleks amilosa lainnya adalah sumber karbohidrat utama yaitu sekitar 16-17 %. Dengan demikian, singkong bisa sebagai makanan alternatif selain nasi untuk mendapatkan cukup energi bagi tubuh kita.
            Dalam perkembangannya, singkong kini banyak dimanfaatkan untuk membuat berbagai macam panganan, atau diambil patinya untuk berbagai macam kebutuhan. Hal ini tentu tidak asing lagi bagi para penggemar Singkong. Olahan yang berbahan dasar singkong sangat banyak ragamnya. Salah satu contohnya adalah tape, getuk, keripik singkong, klepon dan lain sebagainya.
            Di daerah kabupaten Batang, kecamatan Banyuputih khususnya di daerah desa Banaran adalah salah satu daerah yang mampu memanfaatkan singkong menjadi olahan tradisonal dan menjadikannya sebagai ciri khas desa tersebut dalam bidang wisata kuliner Indonesia. Olahan makanan ini sering disebut dengan “Lengko” yang tentunya berbahan dasar dari singkong. Pembuatan, tampilan dan pengemasannya pun cukup sederhana karena untuk saat ini makanan “Lengko” hanya di produksi dikalangan rumahan saja. Produksi untuk “Lengko” ini belum mencapai tahap pemasaran ke luar daerah. Tetapi untuk makanan “Lengko” hanya ada dan hanya diproduksi ataupun hanya di jual di daerah Desa Banaran, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang. Hal ini tentu sangat unik bagi para penggemar singkong di seluruh penjuru dunia.
 Selain keunikan dalam bidang produksi yang hanya ada di desa Banaran yaitu diantaranya adalah proses pembuatan “Lengko” itu sendiri. Berbagai step atau langkah–langkah dalam pembuatannya sangat sederhana, mulai dari alat dan bahan yang digunakan sampai pengolahannya. Bahan utama yang digunakan tentu saja singkong, yaitu dimana singkong tersebut dikupas, dicuci dan kemudian dilanjutkan dengan proses perebusan. Singkong yang sudah matang tersebut kemudian dihancurkan hingga lembut dan ditambahkan dengan campuran bumbu garam, gula serta bawang putih yang sudah dihaluskan sebelumnya. Selanjutnya bahan setengah jadi tersebut digiling dengan sebuah alat agar dapat berbentuk seperti mie yaitu memanjang dan berdiamater sekitar 0,25 cm. Bahan setengah jadi ini akan dibentuk kembali menyerupai bunga dengan lingkaran berlubang yang berjumlah 6. Kemudian “Lengko” setengah jadi tersebut dijemur kurang lebih setengah hari atau bisa juga dengan melakukan proses penggarangan yaitu pemanggangan yang dilakukan di atas tungku api yang sedang.
Salah satu penduduk Desa Banaran yang memproduksi camilan rumahan ini atau “Lengko” ini adalah Ibu Nurtijah. Rumah Ibu Nurtijah berada di Desa Banaran dukuh Banaran. Beliau termasuk penerus pembuat camilan “Lengko” yang resepnya sudah turun temurun. Dengan keahliannya beliau mampu membuat “Lengko” dengan menghabiskan 20 kg singkong per harinya. Beliau sudah menekuni bidang ini selama 3 tahun, dan penghasilannya cukup untuk kebutuhan keluarganya. Bersama suaminya, ibu Nurtijah membuat dan menjual “Lengko” setiap harinya dengan harga seribu rupiah per bungkusnya. Penghasilan bersih yang didapat per harinya bisa mencapai lima puluh ribu rupiah sampai seratus ribu rupiah. Untuk perbungkusnya “Lengko” berisi sepuluh biji, dan tentu saja harga ini sangat terjangkau untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Camilan “Lengko” ini bisa menjadi camilan yang mungkin dapat menjadi wisata kuliner Indonesia khas kabupaten Batang, kecamatan Banyuputih, khususnya Desa Banaran dengan mengunggulkan keunikan rasa dan cara pembuatannya.

0 komentar:

Posting Komentar