Sudah
taukah anda?, bahwa singkong atau banyak yang menyebutnya ubi kayu adalah
keluarga tanaman Euphorbiaceae yang hidup tahunan didaerah tropika dan
subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Secara
tradisional, singkong sangat diminati sebagai pengganti dari makanan pokok kita
yaitu nasi. Hal ini tidak salah lagi, karena singkong memang mengandung cukup
tinggi kalori dan sumber energi yang baik. Singkong rendah lemak dan 0
kolesterol, namun ia cukup tinggi kalori, bahkan hampir dua kali lipat kalori
daripada kentang. Hal ini mungkin yang tertinggi dari setiap umbi tropis yang
kaya pati. 100 g ubi kayu menyediakan 160 kalori, terutama berasal dari sukrosa
yang membentuk sebagian besar gula pada umbi-umbian, yang total terhitung lebih
dari 69 % dari total gula. Gula kompleks amilosa lainnya adalah sumber
karbohidrat utama yaitu sekitar 16-17 %. Dengan demikian, singkong bisa sebagai
makanan alternatif selain nasi untuk mendapatkan cukup energi bagi tubuh kita.
Dalam
perkembangannya, singkong kini banyak dimanfaatkan untuk membuat berbagai macam
panganan, atau diambil patinya untuk berbagai macam kebutuhan. Hal ini tentu
tidak asing lagi bagi para penggemar Singkong. Olahan yang berbahan dasar
singkong sangat banyak ragamnya. Salah satu contohnya adalah tape, getuk,
keripik singkong, klepon dan lain sebagainya.
Di
daerah kabupaten Batang, kecamatan Banyuputih khususnya di daerah desa Banaran
adalah salah satu daerah yang mampu memanfaatkan singkong menjadi olahan
tradisonal dan menjadikannya sebagai ciri khas desa tersebut dalam bidang
wisata kuliner Indonesia. Olahan makanan ini sering disebut dengan “Lengko”
yang tentunya berbahan dasar dari singkong. Pembuatan, tampilan dan
pengemasannya pun cukup sederhana karena untuk saat ini makanan “Lengko” hanya
di produksi dikalangan rumahan saja. Produksi untuk “Lengko” ini belum mencapai
tahap pemasaran ke luar daerah. Tetapi untuk makanan “Lengko” hanya ada dan
hanya diproduksi ataupun hanya di jual di daerah Desa Banaran, Kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Batang. Hal ini tentu sangat unik bagi para penggemar
singkong di seluruh penjuru dunia.
Selain keunikan dalam bidang produksi yang
hanya ada di desa Banaran yaitu diantaranya adalah proses pembuatan “Lengko”
itu sendiri. Berbagai step atau langkah–langkah dalam pembuatannya sangat
sederhana, mulai dari alat dan bahan yang digunakan sampai pengolahannya. Bahan
utama yang digunakan tentu saja singkong, yaitu dimana singkong tersebut
dikupas, dicuci dan kemudian dilanjutkan dengan proses perebusan. Singkong yang
sudah matang tersebut kemudian dihancurkan hingga lembut dan ditambahkan dengan
campuran bumbu garam, gula serta bawang putih yang sudah dihaluskan sebelumnya.
Selanjutnya bahan setengah jadi tersebut digiling dengan sebuah alat agar dapat
berbentuk seperti mie yaitu memanjang dan berdiamater sekitar 0,25 cm. Bahan
setengah jadi ini akan dibentuk kembali menyerupai bunga dengan lingkaran
berlubang yang berjumlah 6. Kemudian “Lengko” setengah jadi tersebut dijemur
kurang lebih setengah hari atau bisa juga dengan melakukan proses penggarangan
yaitu pemanggangan yang dilakukan di atas tungku api yang sedang.
Salah satu penduduk Desa
Banaran yang memproduksi camilan rumahan ini atau “Lengko” ini adalah Ibu
Nurtijah. Rumah Ibu Nurtijah berada di Desa Banaran dukuh Banaran. Beliau
termasuk penerus pembuat camilan “Lengko” yang resepnya sudah turun temurun.
Dengan keahliannya beliau mampu membuat “Lengko” dengan menghabiskan 20 kg
singkong per harinya. Beliau sudah menekuni bidang ini selama 3 tahun, dan
penghasilannya cukup untuk kebutuhan keluarganya. Bersama suaminya, ibu
Nurtijah membuat dan menjual “Lengko” setiap harinya dengan harga seribu rupiah
per bungkusnya. Penghasilan bersih yang didapat per harinya bisa mencapai lima
puluh ribu rupiah sampai seratus ribu rupiah. Untuk perbungkusnya “Lengko”
berisi sepuluh biji, dan tentu saja harga ini sangat terjangkau untuk kalangan
masyarakat menengah ke bawah.
Camilan “Lengko” ini
bisa menjadi camilan yang mungkin dapat menjadi wisata kuliner Indonesia khas
kabupaten Batang, kecamatan Banyuputih, khususnya Desa Banaran dengan
mengunggulkan keunikan rasa dan cara pembuatannya.
0 komentar:
Posting Komentar